Hubungan persaudaraan yang bisa disebut Ukhuwah Dunsanakiyah (persaudaraan jalur atau nasab ibu atau dunsanak) Wa Bakoniyah (persaudaraan nasab bapa disebut bako) begitu strategis dapat diamati dalam semua sistem sosial kemasyarakatan.
Begitu pentingnya persaudaraan, ketika ada acara yang berkaitan dengan kelahiran, perkawinan, dan kematian hubungan dunsanak dan bako wajib hukumnya ikut serta, tidak akan dilangsungkan acara jika yang mewakili entitas ini tidak ada atau tidak menyetujui.
Dalam ungkapan sehari-hari muncul adigium, Dikubak kulit tujuh lapis dunsanak, ya tetap dunsanak. Sasakik, sa hino, sa mulia, kalau ada yang berbuat salah disebut arang tacoreng di dahi. Cabiak-cabiak bulu ayam (gesekan boleh ada, tetapi jangan naik kelas seteru, sebab bulu ayam bila robek, ia akan bertaut dengan sendirinya).
Dalam kaitan dengan terma ‘Pemilu Badunsanak’ sering diingatkan kearifan adat Minangkabau, Basilang kayu dalam Tungku, maka disana api akan hidup, nasi masak. Saat baralek atau pesta, adanya piring dan gelas pecah, itu biasa dapat juga disebut sebagai dinamika.
Pelangi Kehidupan
Kemajemukkan di Indonesia adalah laksana pelangi. Indahnya pelangi karena adanya beragam warna.
Persatuan itu laksana pelangi yang terbit setelah hujan turun, tidak satu warna pun yang dominan dalam pelangi, ia saling menguatkan.
Lebih dari itu keragaman dan kemajemukan Indonesia adalah anugerah yang Maha kuasa yang mesti disyukuri dan dirawat dengan telaten.
Apapun keadaan, termasuk Pemilihan Umum (Pemilu), tidak boleh membuat keragaman terciderai, tetap bersatu walau berbeda pilihan.
Berbeda, tak terkecuali berbeda pilihan adalah kebutuhan demokrasi. Tidak ada demokrasi jika hanya satu pilihan, justru berbeda itu yang menjadi substansi demokrasi, oleh karena saling menghargai dan tetap teguh menjaga persatuan keniscayaan dalam kehidupan berbangsa.
Keragaman dan keberbedaan adalah aset bangsa yang sudah terpelihara puluhan tahun dan di era demokrasi, pemilihan langsung ini aset berbeda pilihan tidak boleh dirusak.
Ibarat perjalanan, bangsa ini mesti memantapkan diri menuju tujuan bersama, Pemilu adalah salah satu kendaraan untuk mencapai tujuan bangsa.
Sejatinya Indonesia beragam dan tetap bersatu ini tidak jarang dicemburui bangsa lain, yang hanya beberapa etnis dan budaya saja sudah hancur berantakan.
Founding Father bangsa Indonesia yang sudah menetapkan filosofi Bhinneka Tunggal Ika merupakan nilai berharga yang terus merekat kesatuan dan persatuan.
Amat sangat patut ditegaskan bahwa bangsa dan negara ini dibangun dari perbedaan atau mozaik yang disusun oleh budaya dan pengalaman masa lalu yang sama.
Dalam ikhtiar memastikan terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa maka tokoh agama dan tokoh masyarakat bersama kepala daerah dan aparat negara mesti berada dalam fungsinya, artinya bagaimana semua aktor Pemilu memainkan peran sebagaimana ditetapkan aturan dan regulasi.
Trust Masyarakat
Masyarakat Sumbar merupakan kalangan yang lebih homogen dan sedikit sekali campurannya maka diyakini kerawanan tentu akan terbatas pula, namun kewaspadaan tetap dijaga, mencegah lebih penting dari mengobati.
Mencerdaskan dan mendewasakan pemilih adalah tugas utama semua pihak. Timbulnya suara kurang produktif, atau kekhawatiran tentang adanya kecurangan dan sebagainya hanya dapat dijawab dengan tindakan dan perilaku penyelenggara Pemilu.
Kerisauan masyarakat hanya bisa dijawab bila KPU dan semua yang bekerja dalam Pemilu dapat dengan jelas melaksanakan asas luber, jurdil, akuntabilitas dan transparansi.
Oleh karena itu, kepercayaan masyarakat akan terbangun dengan sendirinya bila KPU, Paslon, Caleg dan aparat hukum dapat mentaati aturan, dan tidak abaikan rambu, walau itu sepenuhnya sulit melakukan misalnya dalam pengunaan ruang publik masih banyak yang tak konsisten.
Keragaman adalah modal persatuan dan sudah terbukti sepanjang sejarah Indonesia. Pemilu adalah helat lima tahunan yang hendaknya dilakukan riang gembira, karena pesta jelas dengan kegembiraan. (*)

















