Pada tingkat pengusulan, menurutnya, mekanisme musyawarah desa atau kelurahan (musdes/muskel) dinilai tidak cukup efektif untuk mengajukan nama-nama penerima bansos.
“Ombudsman kemudian berpikir, kalau seperti ini, bersandar pada basis, kami berpikir harus ada terobosan, karena musdes dan muskel ini tidak efektif. Maka harus ada akuntabilitas di tingkat desa untuk memastikan bahwa nama-nama yang diusulkan adalah yang berhak dan memang eligible,” katanya.
Untuk itu, sambung dia, perlu ada surat tanggung jawab mutlak kepala desa atau lurah, yang harus menandatangani dan terikat secara administrasi bahkan pidana apabila kades atau lurah tidak akuntabel dalam memasukkan nama-nama.
Kedua, verifikasi dan validasi (verval) di dinas sosial yang selama ini hanya berbasis administrasi dokumen juga mesti dibenahi menjadi verval yang berbasis fakta lapangan.
“Mekanisme seperti apa sampai nama bisa masuk menjadi penerima bansos itu bagaimana ceritanya? Lalu selama ini kita hanya bersandar pada verifikator desa, yang ini tidak semua punya kemampuan atau kompetensi” ujarnya.
Ketiga, yakni pemutakhiran dan pengesahan yang juga perlu diperbarui. Sedangkan yang keempat, yakni dari segi tingkat penyaluran, menurutnya sudah semakin bagus.
“Penyaluran sudah sangat bagus ya, terutama karena dua hal, karena sekarang berbasis pada transfer, dan karena peran kantor pos, jadi kalau selama ini bank-bank Himbara kesulitan menyediakan data-data di perbankan, bahkan kalau ada rekening kolektif tidak bisa, kantor pos kemudian membantu melihat apakah data-data yang diberikan sudah valid,” tuturnya. (rdr/ant)

















