“Sempat memandang negatif juga waktu itu ke Pak Dodi karena dijelek-jelekin Bu Des, dibilang tanah kuburan masih merah sudah bahas harta warisan, orang lagi bersedih dia kok bahas duit dan harta aja,” jelas Deni Yolanda.
“Apalagi jabatan papa waktu itu kan dirut, jadi tentu setelah meninggal otomatis kan kehilangan pimpinan. Nah, papa waktu itu ada saham sekitar 86%, saham papa yang paling besar, itu kan hak warisnya jatuh ke anak-anaknya,” tambahnya kemudian.
Menurut Deni, waktu itu saudaranya perempuannya tersebut sempat bertanya terkait selisih 1 persen antara pembagian sahamnya dengan Dodi dan bertanya bagaimana cara dia untuk melebihi saham milik Dodi.
“Saya bilang, uni beli saja saham-saham yang dijual. Akhirnya dia beli saham kakak saya yang satu lagi bernama Def, dia tuna rungu.”
“Ternyata sudah dibeli dengan harga murah, dikasih Rp60 juta sampai Rp100 juta, dikasih mobil dan bulanannya juga dikasih. Harusnya kan dihitung berapa keuntungan, devidennya juga,” tutur Deni.
Dan sekarang, kata Deni, semuanya itu berbalik. Sang kakak yang dibelanya sejak itu malah membuatnya susah. Sudah tiga tahun belum ada titik jelasnya terkait pembagian tersebut, yang ada malah kakaknya tersebut membuat saham baru atas nama suaminya.
Dia kebingungan, antara takut melawan saudara dan disebut tidak menghormati, juga takut nanti ada perubahan lagi soal pembagian warisan tersebut. “Bukan saya tidak menghormati dia, cuma kalau gak sesuai kan kita juga berhak protes,” katanya lirih.
Di saat Deni sedang memperjuangkan haknya. Sosok kakak (Des) malah melakukan hal yang semena-mena, seperti menempatkan suaminya ke posisi komisaris perusahaan peninggalan sang Ayah.
Menurut dia, hal itu menyalahi ketentuan. Sebab sedari awal, perusahaan tersebut adalah warisan yang ditujukan ke anak kandung.
“Menurut saya ini sudah kesalahan. Sampai sang suami jadi komisaris. Ada apa ini sebenarnya? Makanya saya terus memperjuangkan,” katanya.
Sementara, salah seorang tergugat, Dody Delvi yang merupakan anak tertua yang masih hidup mengakui adanya gugatan dari adiknya. “Benar adik saya menggugat di Pengadilan Agama. Saat ini sedang proses,” kata Dody.
Dodi menyebutkan gugatan dilayangkan karena adanya ketidakpuasan dari sang adik soal pembagian warisan. “Katanya sahamnya sekarang tinggal 0,1 persen. Saya tidak tahu soal itu, tapi yang jelas dia merasa tidak puas,” jelas Dody.
Menurut Dodi, keputusan adiknya menggugat merupakan hak masing-masing. “Itu hak dia karena merasa pembagiannya tidak adil saja,” kata Dodi.
Berdasarkan ketentuan kasus pada Deni Yolanda, penggugat memohon kepada Pengadilan Agama klas IA Padang untuk menetapkan bagian masing-masing dari ahli waris Hj Rosmainar Binti H. Soli berdasarkan ketentuan hukum kewarisan Islam.
Menurut ketentuan hukum Islam, harta warisan harus disegerakan mengenai pemberesannya dan berdasarkan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah dirubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana dirubah untuk kedua kalinya dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. (rdr)

















