“Saran tersebut perlu dilakukan oleh Bupati mengingat juga masih terdapat pengaduan di masyarakat mengenai pemberhentian aparatur nagari,” katanya.
Sepanjang tahun 2020 hingga 2022, terdapat empat laporan pemberhentian aparatur nagari di Kabupaten Limapuluh Kota.
Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman Sumbar, Adel Wahidi mengatakan, berdasarkan data lapangan ditemukan bahwa pemberhentian aparatur nagari disebabkan oleh adanya evaluasi kinerja aparatur desa dan lemahnya kompetensi Wali Nagari.
“Wali Nagari bahkan beranggapan bahwa aparatur nagari adalah produk politik, satu paket dengan periode pemerintahannya sebagai Wali Nagari, sehingga berhak mengangkat dan memberhentikan secara sembarangan,” katanya.
Padahal, kata Adel, sesuai dengan Pasal 51 ayat 2 dijelaskan bahwa perangkat Nagari berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan diberhentikan;
Kemudian, pasal 51 ayat 3 dijelaskan bahwa perangkat nagari yang diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf c karena usia telah genap 60 tahun, dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, berhalangan tetap, tidak lagi memenuhi syarat sebagai perangkat nagari dan melanggar larangan sebagai perangkat nagari
“Ketentuan ini sering diabaikan oleh Wali Nagari,” katanya.
Terpisah, Pj Sekda Kabupaten Limapuluh Kota, Herman Mazwar, merespons sangat baik saran tersebut, bahkan berkomitmen akan memastikan pelaksanaan saran tersebut dalam 30 hari kerja ke depan.
“Jika dilaksanakan, ini akan menjadi terobosan bagi Limapuluh Kota dan dapat diterapkan di nagari se-Sumbar di bawah koordinasi DPMD,” tuturnya. (rdr)

















