Sementara itu, perwakilan dari Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan Sumbar, Feni Mardian mengatakan, besarnya populasi perempuan seharusnya menjadi potensi atau peluang bagi kelompok itu sendiri dalam mengambil peran penting.
“Justru yang terjadi perempuan hanya sebagai objek dan laki-laki yang memegang kekuasaan,” katanya.
Ia mengatakan, jika merujuk pada kuantitas, seharusnya calon legislatif perempuan yang maju pada pemilihan umum (pemilu) bisa meraup suara dan terpilih. Sayangnya, hal itu tidak berbanding lurus dengan populasi perempuan.
Akademisi Unand maupun WCC Nurani Perempuan sepakat melihat masih rendahnya tingkat keterpilihan kaum perempuan pada pemilu disebabkan beberapa faktor di antaranya, banyak kandidat calon legislatif (perempuan) yang dipilih secara acak sehingga calon yang berkualitas terabaikan.
Imbasnya, cukup banyak perempuan yang tidak percaya diri saat berkompetisi dengan calon laki-laki, maupun saat menghadapi masyarakat secara langsung.
Kedua, tidak terpilihnya calon legislatif perempuan dikarenakan para konstituen (pemilih perempuan) lebih memilih calon yang menawarkan atau memberikan amplop (money politic) menjelang hari pemungutan suara daripada memilih calon perempuan. (rdr/ant)

















