Dwikorita menuturkan, perubahan cuaca ekstrem jelang masa peralihan sangat mempengaruhi keselamatan pelayaran perahu nelayan saat tengah mencari ikan. Maka dari itu, BMKG mengimbau kepada nelayan untuk terus mengupdate informasi cuaca sebelum memutuskan untuk berlayar.
Selain membaca tanda-tanda alam seperti kemunculan awan Cumulonimbus yang berbentuk seperti bunga kol bergulung-gulung, lanjut dia, nelayan perlu juga mengakses informasi cuaca real time yang dikeluarkan pemerintah melalui BMKG. “Informasi dari BMKG tersebut dijadikan pijakan keputusan, apakah akan melaut atau tidak. Kapan harus berlayar, dan kapan harus menunggu. Waktu menunggu bisa dimanfaatkan untuk perbaikan kapal atau jaring,” ujar dia.
Sementara itu, Dwkiorita menjelaskan SLCN di Gunung Kidul ini bertujuan memberikan pemahaman terkait pemanfaatan informasi cuaca dan iklim secara efektif dalam mendukung kegiatan perikanan. Harapannya, kata dia, tidak sekadar meningkatkan keselamatan nelayan saat melaut, namun juga meningkatkan tangkapan nelayan saat mencari ikan. Mengingat, selama beberapa tahun terakhir ini, situasi iklim dan cuaca sangat beragam dan dinamis.
“Lewat SLCN ini, saya berharap BMKG dapat berkotribusi terhadap sektor perikanan tangkap dan tentu saja muaranya pada kesejahteraan para nelayan di Indonesia,” tuturnya. Hadir dalam kegiatan SLCN tersebut, Bupati Gunung Kidul Sunaryanta, Anggota DPR RI Komisi V, dan Puluhan Nelayan dari sejumlah wilayah di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. (ant)

















