Ketiga, mudharabah tsunaiyyah, yakni akad mudharabah yang dilakukan secara langsung antara shahibul mal dan mudharib.
Dan keempat, mudharabah musytarakah. Mudharabah yang pengelolanya (mudharib) turut menyertakan modalnya dalam kerja sama usaha. Mudharabah jenis ini biasa digunakan malah menjadi pijakan sektor asuransi syariah.
Ketentuan Umum
Tentunya, sebagai perjanjian kerja sama usaha, akad mudharabah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang harus dipenuhi sesuai tuntunan syariah, antara lain:
1. Akad mudharabah harus dinyatakan secara tegas, jelas, mudah dipahami dan dimengerti serta diterima para pihak.
2. Shahibul mal dan mudharib wajib cakap hukum sesuai dengan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Mudharib wajib memiliki keahlian keterampilan melakukan usaha dalam rangka mendapatkan keuntungan.
4. Modal usaha mudharabah harus diserahterimakan (al-taslim) secara bertahap atau tunai sesuai kesepakatan serta modal usaha mudharabah pada dasarnya wajib dalam bentuk uang, namun boleh juga dalam bentuk barang atau kombinasi antara uang dan barang.
5. Modal usaha yang diserahkan shahibul mal wajib dijelaskan jumlah/nilai nominalnya dan tidak boleh dalam bentuk piutang.
6. Sistem/metode pembagian keuntungan harus disepakati dan dinyatakan secara jelas dalam akad.
7. Dan ketentuan umum terakhir sekaligus paling penting adalah usaha yang dilakukan mudharib harus usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (rdr)

















