Di satu sisi, ia menilai selama ini pengadilan memang telah berusaha menampung hukum pidana adat. Akan tetapi, masalahnya ialah penegak hukum belum memahami alam pikir masyarakat hukum adat tersebut.
“Hukum pidana adat adalah hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang mengandung unsur agama,” katanya.
Hal tersebut diikuti dan ditaati masyarakat secara terus-menerus dari generasi ke generasi. Pelanggaran terhadap aturan tata tertibnya dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Oleh sebab itu, pelanggar diberikan sanksi adat, koreksi adat atau sanksi (kewajiban adat) dari masyarakat melalui pengurus adat.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan UU nomor 1 tahun 2023 tentang KUHP mengatur mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat.
Menurut Menkumham, perlu pemikiran mengenai bagaimana mekanisme dalam mengadopsi norma pidana adat yang akan dituangkan dalam peraturan pemerintah sebagai petunjuk lebih lanjut dari pelaksanaan KUHP baru. (rdr/ant)

















