“Saya sempat debat keras dengan auditor BPK. Tapi, karena sudah menjadi temuan di LHP, terpaksa kami harus membayar. Saya sudah bayar,” katanya.
Namun parahnya, sambung pria yang berlatar belakang jurnalis itu, anggota DPRD baru tahu ada temuan kelebihan bayar tersebut setelah LHP BPK keluar.
“Kami tidak pernah diklarifikasi oleh auditor BPK, ini tidak adil. Kami dihukum tanpa terlebih dahulu diberi kesempatan membela diri. Kami seperti dikerjakan,” ucapnya.
Terkait temuan perjalanan dinas yang diduga fiktif, eks Komisaris PT Grafika itu enggan berkomentar terlalu jauh.
“Kalau itu, saya no comment. Yang jelas, saya tidak ada temuan tentang itu. Saya hanya kena di kelebihan bayar,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum LSM PETA Didi Someldi Putra melaporkan anggota DPRD Kabupaten Pessel ke Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Laporan tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi perjalanan dinas tahun 2021 yang diduga fiktif dan kelebihan bayar yang tertuang di LHP BPK.
Didi Solmedi Putra menjelaskan, BPK menemukan perjalanan dinas anggota DPRD Kabupaten Pessel tumpang tindih dengan anggota DPRD daerah lain.
“Dan, juga ditemukan kelebihan bayar akibat irisan antar peraturan. Sampai saat dilaporkan, masih ada 12 orang anggota DPRD lagi yang belum mengembalikannya ke kas daerah,” ujar Didi beberapa waktu lalu. (rdr-008)

















