“Persoalannya adalah masyarakat Sumbar punya budaya berdagang, bukan mengolah atau memproses. Kita tidak punya budaya itu (mengolah dan memproses), karena itu saya yakinkan diri dan kawan-kawan bahwa pekerjaan di perdagangan ini berat. Kami mohon bapak-ibuk bisa membantu pemda provinsi dan Kota Padang untuk menghidupkan kembali Sumbar khususnya Padang menjadi pusat perdagangan, sekurang-sekurangnya di sumatera bagian tengah,” tuturnya.
Ia menilai, posisi Sumbar sebagai pusat perdagangan cukup potensial. Namun tetap saja pemerintah dihadapkan dengan tantangan yang besar. Pemerintah Provinsi Sumbar katanya, mengejawantahkan hal itu dalam visinya yakni terwujudnya Sumbar yang madani, unggul berkelanjutan, kemudian mewujudkan usaha perdagangan dalam dan luar negeri yang kondusif dan berdaya saing.
“Kalau dulu perdagangan dalam dan luar negeri yang berdaya saing ini, untuk wilayah sumatera bagian tengah itu pelabuhan ekspornya di Teluk Bayur, walaupun kapal saat itu tidak periodik sebagaimana di pantai timur. Tetapi kayu manis dari Kerinci kemudian kopi dari Sumatera Utara bagian selatan itu dikapalkan melalui Teluk Bayur. Sekarang sudah beralih, Teluk Bayur itu sudah dipenuhi oleh CPO dan semen, sehingga komoditi perkebunan dan pertanian larinya pakai truk ke pelabuhan timur,” paparnya.
Tantangan lainnya sebut Novrial, Kota Padang yang dulunya banyak gudang-gudang produk ekspor kini sudah mulai berkurang. “Kemudian apa yang kita imajinasikan Padang yang dulu di sekitar Muaro, Pasar Mudiak, Pasar Batipuah banyak gudang-gudang produk ekspor hasil pertanian, sekarang tidak lagi. Ini yang menjadi pemikiran kami bagaimana menghidupkan kembali Padang menjadi pusat perdagangan,” tuturnya.
Ia menyebut, di bidang perdagangan ini, Pemprov Sumbar menargetkan meningkatnya usaha perdagangan dalam negeri yang ditandai persentase kontribusi sektor perdagangan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
“Berapa kontribusi yang diberikan sektor perdagangan ini terhadap laju pertumbuhan ekonomi Sumbar? Uang yang beredar di sektor perdagangan tidak seberapa. Selama ini apakah kita (sektor perdagangan) yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sumbar? Jangan-jangan gaji PNS dan swasta yang paling banyak berkontribusi (pertumbuhan ekonomi), sementara sektor perdagangan tidak. Kalau bisa, kita semua kembali bergairah melakukan upaya perdagangan dan memberikan kontribusi,” ajaknya.
Persoalan-persoalan di atas menurutnya tidak terlepas dari beberapa hal seperti belum optimalnya pembinaan terhadap pelaku usaha di Sumbar, baik dari sisi akses pemasaran maupun akses permodalan. Kemudian, pelaku usaha yang kurang melek terhadap teknologi informasi, dan terakhir inflasi.
“Bagaimana ke depan kita mampu mendorong masyarakat bergairah untuk melakukan upaya perdagangan. Salah satu caranya yakni dengan memperluas pasar ke luar, berdagang dengan orang luar sehingga uang dari luar itu masuk ke kita,” terangnya. (rdr-008)

















