Ia juga sebelumnya telah mengikuti penentuan titik koordinat lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT BPP dengan pihak BPN Sumbar, Rabu (30/3/2022) lalu.
“Masyarakat Sikabau yang tergabung dalam Kelompok Tani (Keltan) Plasma Bukit Intan Sikabau telah menderita lebih dari 23 tahun akibat perlakuan PT BPP ini,” katanya.
Ia menjelaskan ninik mamak (pemangku adat) Datuak Pancang Sikabau selaku pemilik tanah ulayat telah menyerahkan tanah ulayat pada tahun 1990 kepada negara dengan kesepakatan antara perusahaan, pemerintah dan masyarakat Sikabau.
Tanah ulayat itu diserahkan dengan luas sekitar 1.600 hektare untuk membangun kebun kelapa sawit Plasma Bukit Intan Sikabau. Namun nyatanya pada tahun 2000 keluar surat keputusan bupati seluas 800 hektare.
Artinya kata dia, kesepakatan awal kebun plasma yang diperuntukan kepada masyarakat berbeda.
Lahan seluas 800 hektare berdasarkan surat keputusan bupati dibangun dalam dua tahap.
Di tahap pertama perusahaan telah menyerahkan kebun sawit yang telah dibangun seluas 500 hektare ke Keltan Plasma Bukit Intan Sikabau. Sedangkan sisanya seluas 300 hektare dibangun di tahap kedua.
Akan tetapi lahan 300 hektare ditahap kedua itu hingga kini masih dikuasai oleh pihak PT BPP dengan masa tanam pada tahun 1994. Artinya perusahaan telah mengambil hasil kebun tersebut lebih dari 21 tahun yang seharusnya menjadi hak masyarakat Sikabau.
“Dengan putusan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada PN Pasaman Barat khususnya kepada majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini dengan seadil-adilnya,” sebutnya.
Sementara itu Humas Pengadilan Negeri Pasaman Barat Warman Priyatno membenarkan Majelis Hakim mengabulkan tuntutan masyatakat terhadap PT BPP. “Benar, tuntutan itu dikabulkan,” katanya. (rdr/ant)

















