Satu mainan lato-lato biasanya dibanderol seharga Rp13 ribu hingga Rp20 ribu. Harganya memang relatif terjangkau. Bagi Subhan, yang penting anak-anak senang.
“Bagus juga ini [lato-lato]. Jadi enggak main HP mulu anak-anak. Tapi, ya, itu, mainnya harus hati-hati. Kalau enggak hati-hati, bisa benjol jidat kena lato-lato,” kata Subhan berkelakar.
Lato-lato atau nok-nok bukan cuma tenar di Indonesia. Aslinya, mainan ini sudah viral lebih dulu di luar negeri. Di luar Indonesia, lato-lato dikenal dengan berbagai nama. Mulai dari clackers, click-clacks, knockers, ker-bangers, dan clankers.
Menukil laman Groovy History, di negeri lain, mainan ini cukup menguras kesabaran orang tua. Pasalnya, mainan ini dianggap cukup berbahaya karena bisa menyebabkan cedera. Mainan ini konon muncul pertama kali tahun 1960-an dan mulai populer di Amerika Serikat.
Disana, mainan ini dikenal dengan sebutan clackers. Mainan ini terdiri dari dua bola plastik atau kaca yang digantung dengan tali sederhana. Saat dimainkan, lato-lato menciptakan suara nok nok yang cukup keras.
Bahkan, jika dimainkan terlalu keras, bandul bisa pecah atau lepas dari talinya yang bisa membuat anak cedera. Awalnya, clackers dibuat dengan kaca. Tapi, tingkat bahayanya lebih besar karena kerap pecah dan memicu cedera.
Berangkat dari risiko tersebut, bahan utama mainan pun diganti dengan bola yang terbuat dari plastik sebagaimana yang tersedia saat ini.
Cara memainkannya pun mudah. Cukup menggoyangkan lato-lato dengan kecepatan stabil hingga membuat kedua bandul saling berbenturan dan mengeluarkan suara nok nok.
“Diayun saja, biar dua bolanya saling adu pas di bawah maupun di atas. Nanti muncul suara nok nok nok. Itu yang bikin anak suka, suara nok nok itu yang bikin ketagihan,” kata Subhan menutup perbincangan. (rdr/cnn)

















