Dari lalat kalajengking yang telah dideskripsikan, hanya genus Leptopanorpa yang berasal dari Sumatera, Jawa, dan Bali, yang telah mengembangkan perut secara khas. Namun, itu tidak terkait erat dengan lalat kalajengking Lulilan.
“Ini adalah contoh yang luar biasa, di mana karakteristik serupa muncul secara mandiri. Mungkin sebagai respons terhadap tekanan evolusioner yang serupa,” ujar Willmann.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari laman Wildlife Trusts, lalat kalajengking merupakan hewan dengan sayap seperti lalat, amun bagian ekornya seperti kalajengking. Mulutnya juga memiliki bentuk yang unik, yaitu menyerupai paruh burung. Lalat kalajengking merupakan serangga yang terklasifikasi dalam ordo Mecoptera, jenis ni telah ada di Bumi sejak 250 juta tahun lalu.
Tidak Memiliki Hubungan Kekerabatan dengan Kalajengking
Diperkirakan, sekitar 550 spesies serangga yang dikategorikan sebagai lalat kalajengking. Walaupun memiliki kemiripan bentuk tubuh dengan kalajengking, hewan ini tidak memiliki hubungan kekerabatan terhadap kalajengking lho.
Jika kalajengking memiliki racun pada ekornya, lain halnya dengan spesies lalat kalajengking. Hewan ini sama sekali tidak berbahaya, ini diungkapkan langsung oleh Profesor Willmann. Di Asia, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki spesies lalat kalajengking terbanyak yang berhasil teridentifikasi. Salah satunya Neopanorpa mulleri yang ditemukan di Pulau Jawa.
Kemudian ada juga Neopanorpa umbonata dari Pulau Sumatera, Neopanorpa spicata dari Pulau Kalimantan, dan Neopanorpa angustiapicula dari Pulau Jawa. Di Eropa, hanya ada beberapa spesies lalat kalajengking. (rdr/detik.com)

















