“Aksi penangkapan ilegal ini sering terjadi dan mereka tidak memikirkan soal dampak berkelanjutannya. Bukan saja mengurangi populasi hiu. Mereka juga sangat kejam terhadap hiu. Lantaran hiu tersebut jadi tidak bisa berenang lagi ketika dilepaskan, hiu akan dimakan oleh predator sehingga membuatnya mati,” tegas Withrow.
Di samping itu, hewan laut lainnya, seperti kura-kura dan lumba-lumba memperoleh udara sama seperti manusia. Tetapi mereka hanya bisa melakukannya saat muncul ke permukaan saja.
Bilamana peralatan memancing menjebak mereka di bawah air. Jaring insang akan hanyut atau jaring raksasa yang mengapung di air itu tidak dirancang untuk menargetkan spesies ikan tertentu. Kemungkinan mereka akan mati lemas.
“Bergantung pada ukuran jaring, ia akan menangkap apa pun yang berenang. Termasuk ikan, penyu dan mamalia laut yang tidak ingin dijual oleh nelayan. Jenis peralatan memancing lainnya memiliki tali yang dapat menjerat hewan, seperti paus dan mencegahnya muncul ke permukaan,” terang Withrow.
Withrow mengungkapkan sulit untuk mengetahui berapa banyak hewan laut yang mati lemas. Namun, menurut International Whaling Commission, aksi membunuh 300.000 paus, lumba-lumba, dan lumba-lumba telah terjadi di setiap tahun.
Terkadang, bukan karena wilayah lautan yang tidak memiliki cukup oksigen terlarut untuk mendukung ikan hidup di laut. Penyebab lain terjadi dari faktor populasi plankton mekar (algan bloom) yang banyak secara bersamaan setelah nutrisi yang cukup tersedia.
Jadi plankton menggunakan semua oksigen dalam waktu singkat sehingga menyebabkan ikan di daerah tersebut mati lemas. “Lautan selalu bercampur, tetapi dengan cara yang aneh. Jadi air tidak selalu bisa mengisi oksigen dengan sangat cepat,” tutupnya.
Menurut penelitian US Geological Survey, ketika suhu laut meningkat karena perubahan iklim. Maka air menjadi hangat dan tidak menahan oksigen terlarut sebanyak air dingin. Dengan begitu banyak hewan di laut yang mati akibat jumlah oksigen yang menurun. (*)

















