Pembacaan eksistensi motif ini tidak hanya pada ragam hias motif kebudayaan Minangkabau saja sebagai mayoritas, namun juga motif-motif tradisional beragam etnis yang seniman yang hidup di Sumatera Barat seperti Mentawai, Nias, Tiong Hoa, Mandailing, Arab dan Jawa, sesuai dengan budaya yang dimiliki seniman yang hidup di Sumatera Barat.
Seniman dapat kembali menelusuri dan menggali berbagai motif sebagai salah satu representasi dari problem kebudayaan.
Hal ini seiring dengan misi penciptaan dan kegelisahan yang diangkat ke dalam karya dengan penelusuran literasi, studi lapangan, memulai atau melanjutkan riset-riset kecil yang sebelumnya telah menjadi sumber penciptaan.
“Repetitif Progresif” juga dapat dilihat sebagai sebuah upaya untuk membaca ulang modal kultural yang kita miliki dalam konteks yang kiwari, dan mengkritisi bagaimana budaya bekerja.”
“Penggabungan tema “Repetitif” dan “Progresif” menjadi bingkaian menarik untuk melihat bagaimana inisiatif dan intensitas yang berkembang di kalangan publik Sumatera Barat, mampu mengantarkan kita pada proyeksi masa depan yang lebih baik,” tambah Nesya.
Abert menambahkan, “Repetitif-Progresif” mengajak para seniman untuk meninjau ulang praktik tradisi yang pernah dan sedang berkembang, yang belum terdengar, ataupun yang hilang.
“Memahaminya sebagai produk pengetahuan dalam menyiasati persoalan pada konteks masa lampaunya sebagai proyeksi masa depan,” tutupnya.
PKD Sumbar 2022 juga menghadirkan pelbagai pementasan seni tradisi dan modern. Juga membetangkan beragam festival: Festival Cepak-cepoang, Festival Permainan Tradisional, Festival Kaba Bertutur, dan Sipak Rago.
Selain itu, juga dilaksanakan kelompok diskusi terpumpun mengangkat tema “Masa Depan dan Tata Kelola PKD Sumbar”, dan peluncuran buku.
Pembukaan PKD Sumbar 2022 ini rencana dihadiri Dirjen Kebudayaan, Kemendikbudristek, Gubernur Sumatera Barat, dan Ketua DPRD Sumatera Barat, para budayawan dan seniman, dan tokoh-tokoh masyarakat. (rdr)
















