Pemerintah Jepang telah meminta masyarakat agar “memadamkan” sebanyak mungkin lampu dan peralatan listrik. Tetapi pada saat yang sama, ada juga peringatan supaya warga tidak mematikan AC miliknya.
Ketakutan mereka adalah terulangnya kejadian pada 2018, yaitu ketika terakhir kali Jepang dilanda gelombang panas. Kala itu, puluhan orang yang sebagian besar berusia lanjut meninggal dunia karena serangan panas dan lebih dari 22.000 orang dilarikan ke rumah sakit.
Untuk mencegah hal itu terulang, beberapa pemerintah daerah membuka pusat-pusat “pendinginan”, di mana para lansia dapat berlindung.
‘Saya bisa meninggal, jika tak hidupkan AC’
Di Distrik Sumide, bagian utara Tokyo, Kiyoji Saito yang berusia 86 tahun, sedang bermain Shogi (catur Jepang) dengan beberapa orang yang seusia dengannya.
Seperti banyak orang lanjut usia di Jepang, dia sangat tidak suka menggunakan AC. “Saya menghabiskan tiga atau empat ribu yen (Rp332.00 – Rp442.000) per bulan untuk listrik pada tahun ini,” katanya.
“Sangat menyenangkan mereka menyediakan tempat ini (lokasi pendinginan), kita bisa datang di siang hari, bertemu dan tetap rileks.”
Di seberang meja, Yukimasa Nakano, 81 tahun, mengatakan bahwa dia membatasi penggunaan AC menjadi satu jam di pagi hari, dan tiga jam di malam hari. “Selama delapan dekade saya, saya tidak pernah merasakan panas bulan Juni seperti ini,” katanya.
“Saya tinggal sendiri jadi rasanya sia-sia menggunakan AC,” ujar Kiyoji Saito, salah satu anggota kelompok catur. “Tapi jika tidak menggunakan AC, saya bisa meninggal terpapar suhu panas seperti ini.” (rdr/kumparan.com)
















