Banyaknya truk ODOL yang beroperasi, tambahnya, sebenarnya terpaksa dilakukan karena kondisi tertentu. Jika menggunakan truk normal, maka muatan sedikit, sementara upah angkut kecil. Akibatnya pengusaha angkutan merugi, katanya.
Hal itu ditambah pula beberapa pemilik barang lebih suka menyewa truk ODOL dibandingkan truk normal, karena daya angkut lebih banyak dengan biaya angkut yang relatif sama. “Jadi persoalannya sudah dari hulu ke hilir. Kalau mau ditertibkan, harus serentak seluruhnya; sehingga pemilik barang mau tidak mau harus menggunakan truk angkutan ukuran normal,” katanya.
Namun demikian, menurutnya, dengan kebijakan itu masih akan ada permasalahan susulan, yaitu naiknya biaya angkut yang pada ujungnya membuat semua harga akan naik. “Ini harus diantisipasi sejak awal,” tukasnya. Meskipun demikian, dia menegaskan Organda Sumbar akan menaati aturan dan mendukung kebijakan Pemerintah tersebut.
Sebelumnya, BPTD Wilayah III melakukan pemotongan truk angkutan ODOL di Padang sebagai upaya menciptakan Indonesia Zero ODOL pada 2023. Kepala BPTD Wilayah III Sumbar Deny Kusdayana mengatakan truk itu terjaring razia di Agam. Namun pemilik truk bersedia melakukan pemotongan secara mandiri agar dimensi kembali normal. (ant)

















