Vasko juga mengungkap fakta yang mencemaskan. Dari sekitar 200 aliran silek tradisi yang pernah hidup di Minangkabau, kini hanya tersisa sekitar 50 aliran. Kondisi ini disebutnya sebagai alarm keras bagi semua pihak.
“Sejak awal menjabat, silat masuk sekolah langsung menjadi prioritas utama. Kalau tidak kita selamatkan sekarang, generasi mendatang hanya akan mengenal silek dari cerita,” ujarnya.
Melalui kewajiban silat tradisi di sekolah, para guru silek dan tuo-tuo tradisi kembali dicari, sehingga regenerasi pesilat tidak terputus dan sasaran-sasaran silek kembali hidup.
Ketua KONI Sumbar Hamdanus menyambut tegas kebijakan tersebut. Menurutnya, silat tradisi bukan hanya warisan budaya, tetapi fondasi karakter atlet dan generasi Sumatera Barat ke depan.
“Silat tradisi mengajarkan disiplin, hormat kepada guru, adab, dan tanggung jawab. Nilai-nilai inilah yang menjadi ruh pembinaan olahraga dan kehidupan sosial. KONI Sumbar berdiri penuh mendukung program ini,” tegas Hamdanus.
Ia menambahkan, keterlibatan KONI Sumbar juga memastikan silat tradisi tidak terlepas dari pembinaan prestasi, tanpa kehilangan jati diri budayanya.
Di bagian penutup, Wagub Vasko menyampaikan bahwa program ini akan dievaluasi secara berkelanjutan melalui IPSI, agar benar-benar tepat sasaran. Ke depan, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, dan Dispora akan bersinergi membangun Big Data aliran silek tradisi Minangkabau.
Langkah ini diharapkan menjadi pijakan kuat dalam pelestarian budaya, pembinaan olahraga, sekaligus pembentukan generasi muda Sumatera Barat yang beradat, berkarakter, dan berakar kuat pada jati diri Minangkabau. (rdr)

















