Tito menjelaskan sebagian perusahaan garmen pemberi bantuan berada di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), sehingga pemanfaatan produknya perlu menyesuaikan dengan ketentuan kepabeanan dan perdagangan.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa peraturan perundang-undangan memberikan pengecualian untuk kepentingan penanganan bencana.
“Kalau untuk kepentingan bencana, itu boleh dan tidak dikenakan pajak maupun bea cukai, sepanjang ada permintaan dari instansi pemerintah dan mendapat persetujuan Menteri Keuangan melalui Ditjen Bea Cukai serta Kementerian Perdagangan,” katanya.
Dari hasil komunikasi yang dilakukan, Mendagri menyebut respons perusahaan garmen sangat positif. Setidaknya dua perusahaan langsung menyatakan kesiapan, sementara sejumlah perusahaan lain juga menyatakan bersedia memberikan bantuan.
Penyaluran bantuan pakaian akan dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kondisi di lapangan. Beberapa daerah tujuan antara lain Aceh Tamiang, Aceh Utara, dan Aceh Timur, dengan alokasi yang telah disesuaikan.
Selain itu, Tito menyampaikan bahwa pada Minggu (21/12) dirinya dijadwalkan mengunjungi wilayah terdampak banjir di Sumatera Utara bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait.
Dalam kunjungan tersebut, juga akan dilakukan peletakan batu pertama pembangunan 2.600 rumah non-APBD yang berlokasi di Tapanuli Tengah, Sibolga, dan Tapanuli Utara. (rdr/ant)

















