Menurut Gadis, tingginya permintaan pasar dan tekanan penangkapan glass eel di alam menimbulkan tantangan besar bagi kelestarian sidat. Penangkapan berlebih, perubahan lingkungan muara, terganggunya pola migrasi, serta pergeseran musim panen menyebabkan pasokan untuk industri menjadi tidak stabil.
“Ketersediaan pasokan glass eel ini membuat harga sangat fluktuatif. Bahkan ada kalanya glass eel tidak terserap industri karena kapasitas hatchery sudah tidak dapat menampung,” jelasnya.
Gadis menegaskan bahwa tata kelola ekologi merupakan fondasi hilirisasi industri sidat, yang harus meliputi implementasi rencana aksi nasional, konservasi berbasis bukti ilmiah, serta perlindungan terhadap struktur dan fungsi alami ekosistem perairan.
Dengan terjaganya populasi sidat, kata dia, ketahanan ekologi dapat diwujudkan sehingga ekosistem perairan tetap sehat. Sementara ketahanan ekonomi dapat terbentuk melalui industri sidat bernilai tinggi yang stabil dan kompetitif di pasar global.
“Pemanfaatan sidat yang bertanggung jawab akan menciptakan nilai tambah sekaligus menjaga kelestarian laut dan perairan tawar Indonesia sebagai fondasi masa depan bangsa,” tuturnya. (rdr/ant)
















