Sistem ini dianggap adil dan mendorong komitmen masyarakat dalam merawat mangrove selama proses pemantauan tiga tahun.
“Model ini menjadi bentuk nyata kolaborasi antara masyarakat dan WARSI dalam menjaga lingkungan. Kami membangun sistem yang adil, di mana masyarakat mendapat imbalan atas komitmen mereka merawat bibit hingga tumbuh.”
“Pembayaran dilakukan bertahap, mulai dari bibit siap tanam, penanaman, hingga monitoring berkala selama tiga tahun,” jelas Rainal.
Skema imbal jasa lingkungan berbasis kinerja ini memberikan insentif sebesar Rp30.000 untuk setiap bibit mangrove yang berhasil dirawat hingga tiga tahun.
Pembayaran dilakukan bertahap, dimulai dari 10% saat pembibitan, 30% setelah penanaman, 30% pada monitoring pertama bulan ke-6 setelah penanaman, 15% pada monitoring kedua pada bulan ke-18, dan 15% pada monitoring ketiga pada bulan ke-36.
Dengan total 21.993 bibit yang ditanam, LPHN dan masyarakat berpotensi memperoleh insentif hingga Rp659.790.000 apabila seluruh bibit berhasil tumbuh dan bertahan hingga akhir periode pemantauan tiga tahun.
Peran Jejakin dalam program ini yaitu memastikan seluruh pohon yang ditanam terpantau secara berkala melalui sensor dan aplikasi pemantauan PIJAK.
Sistem ini mencatat tingkat kelangsungan hidup, indikasi hama, hingga kebutuhan nutrisi, sehingga perawatan dapat dilakukan tepat waktu.
Fakhri Syahrullah, Partnership and Impact Delivery Lead Jejakin, menyampaikan bahwa pemulihan pesisir membutuhkan kombinasi antara aksi lapangan dan pemantauan berbasis teknologi agar dampaknya terukur.
“Kami melihat komitmen masyarakat Sungai Pinang sangat kuat. Inisiatif ini juga berasal dari dukungan dan kepedulian masyarakat yang mengaktifkan fitur GoGreener Tree Collective di aplikasi Gojek.”
“Teknologi seperti PIJAK membantu memastikan proses pemulihan magrove berjalan terarah, transparan, dan terukur sehingga manfaat ekologis dan sosialnya benar-benar dapat dirasakan,” ujar Fakhri.
Ferdinal Asmin, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat, menilai bahwa program ini memiliki potensi besar untuk direplikasi di wilayah pesisir lain.
Menurutnya, skema berbasis kinerja menunjukkan bahwa masyarakat mampu membangun sistem sosial yang kuat untuk menjaga kawasan pesisir secara berkelanjutan sekaligus sejalan dengan isu global mengenai pemulihan ekosistem dan penurunan emisi.
Penanaman mangrove di Sungai Pinang menjadi bukti bahwa pemulihan lingkungan dapat berjalan seiring dengan peningkatan ekonomi masyarakat.
Melalui kolaborasi masyarakat, pemerintah, dan mitra pendukung, Sungai Pinang menapaki langkah menuju masa depan pesisir yang lebih hijau, lestari, dan berdaya. (rdr)

















