“Kini pasar tersebut sudah berdiri dan mulai menata pedagang kaki lima agar lebih rapi. Namun perubahan satu-dua pasar tidak cukup untuk mengejar ketertinggalan provinsi yang dulu menjadi pusat perdagangan Sumatera itu,” kata Ketua Umum Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini.
Di sisi lain, katanya, Sumatra Barat masih mampu bertahan berkat kiriman uang dari perantau Minang. Andre menyebut hampir Rp20 triliun mengalir setiap tahun ke kampung halaman dari perantau yang tersebar di seluruh Indonesia dan dunia. Hal itu terlihat dari masjid-masjid megah hingga rumah-rumah besar di nagari-nagari, yang sebagian besar dibangun dari dana perantau, bukan dari sumber ekonomi lokal.
Andre meminta pemerintah daerah tidak menutup mata. Ia menilai perlu ada evaluasi besar-besaran dan langkah konkret untuk membangkitkan ekonomi Sumatra Barat. Mulai dari penataan pasar, pembenahan infrastruktur, hingga perencanaan pembangunan yang lebih serius.
“Sumatra Barat punya potensi besar, tapi tanpa gebrakan nyata, daerah itu akan terus tertinggal dari provinsi lain yang bergerak cepat,” katanya. (rdr)

















