AGAM, RADARSUMBAR.COM — Pemerintah daerah hingga kini belum juga merobohkan rangka besi bangunan hotel syariah yang berdiri di kawasan sempadan sungai Lembah Anai, Kabupaten Agam.
Bangunan hotel dan masjid yang berada di kawasan wisata itu diduga tidak menaati sejumlah aturan tata ruang dan perizinan.
Berdasarkan pantauan di lapangan, konstruksi baja yang menjadi rangka utama bangunan masih berdiri kokoh meskipun proyeknya telah lama dipersoalkan publik.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Agam menyebut, bangunan tersebut belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) serta berdiri di area yang termasuk zona sempadan sungai atau buffer zone.
Zona ini seharusnya bebas dari bangunan permanen demi menjaga fungsi ekologis dan mencegah risiko bencana seperti banjir dan longsor.
Meski demikian, pemilik lahan bersikeras memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanah di lokasi tersebut. Mereka berpendapat sertifikat tersebut menjadi dasar legalitas pembangunan.
Namun, Dinas PUPR menegaskan bahwa kepemilikan sertifikat tanah tidak menggugurkan kewajiban untuk mematuhi aturan sempadan sungai dan izin lingkungan.
“Kepemilikan sertifikat hak milik atas bidang tanah tidak menggantikan kewajiban untuk memperoleh izin mendirikan bangunan maupun mematuhi aturan sempadan sungai.”
“Lokasi yang berada di kawasan sempadan sungai harus tunduk pada ketentuan jarak bebas bangunan yang telah ditetapkan,” bunyi keterangan resmi DPUPR Agam yang dikutip dari Tempo.co, Sabtu (1/11/2025).
Hingga kini, pemerintah daerah belum mengambil langkah pembongkaran maupun penghentian total terhadap proyek tersebut.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai ketegasan penegakan aturan di kawasan konservasi dan wisata seperti Lembah Anai.
Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumbar melalui Kepala Departemen Advokasi Lingkungan WALHI Sumbar Tomi Adam mengingatkan pembangunan di kawasan sensitif seperti sempadan sungai tidak boleh dibiarkan tanpa izin resmi.
“Bangunan hotel dan masjid yang berdiri di kawasan sempadan sungai Lembah Anai diduga berada di dalam zona hutan lindung dan tanpa persetujuan pemanfaatan ruang.”
“Kami akan membawa peta batas kawasan sebagai bukti kepada penyidik agar segera naik ke tahap penyidikan,” tegasnya dalam siaran pers WALHI Sumbar beberapa waktu lalu.
Sementara itu, warga sekitar berharap pemerintah segera turun tangan menertibkan bangunan yang dianggap melanggar aturan tersebut.
“Kami khawatir nanti kalau hujan deras, air sungai meluap ke pemukiman. Harusnya pemerintah jangan diam saja,” kata Rudi, salah seorang warga setempat.
Kawasan Lembah Anai merupakan salah satu destinasi wisata alam andalan Sumatera Barat yang memiliki nilai konservasi tinggi. Lokasinya dilalui aliran Sungai Batang Anai dan dikelilingi hutan lindung dengan tebing curam yang rawan longsor.
Publik menanti ketegasan Pemkab Agam dalam menegakkan aturan tata ruang dan melindungi kawasan wisata strategis dari pelanggaran yang berpotensi merusak lingkungan. (rdr)
















