Teknologi blockchain unggul dalam hal keamanan, transparansi, dan akuntabilitas data dibandingkan sistem konvensional.
Setiap transaksi atau perubahan data pertanahan yang terekam dalam blockchain bersifat permanen dan tidak dapat diubah tanpa jejak digital sehingga mencegah manipulasi dan pemalsuan dokumen.
Selain itu, seluruh proses akan tercatat dalam jaringan terdesentralisasi yang dapat diverifikasi oleh berbagai pihak, menjadikan sistem ini relatif bebas intervensi maupun penyalahgunaan wewenang.
Penerapan blockchain dipercaya mampu menekan peluang terjadinya konflik pertanahan sekaligus mempersempit ruang gerak mafia tanah secara signifikan.
Meski belum sepenuhnya menggunakan teknologi blockchain, upaya digitalisasi sistem pertanahan Kementerian ATR/BPN sudah membuahkan hasil.
Pada 2025, Kementerian ATR/BPN berhasil mencegah potensi kerugian negara senilai Rp9,67 triliun, yang mencakup penyelamatan sekitar 13 ribu hektare tanah.
Kementerian ATR/BPN optimistis pelaksanaan penuh roadmap transformasi digital hingga tahun 2028 akan menjadi langkah strategis untuk menuntaskan praktik mafia tanah di Indonesia. (rdr/atrbpn)

















