PADANG, RADARSUMBAR.COM – Potensi pajak air tanah di Kota Padang dinilai masih rendah dan belum tergarap maksimal.
Ketua Komisi II DPRD Kota Padang, Rachmad Wijaya, menilai ada ketimpangan sekaligus kelemahan dalam pengelolaan serta pemungutan pajak dari sektor tersebut, terutama di kalangan perhotelan yang menggunakan air tanah sebagai sumber utama operasionalnya.
“Bapenda harus lebih serius, lebih detail, dan memastikan berapa banyak air tanah yang digunakan serta berapa yang seharusnya dibayar.”
“Jangan sampai ada yang tidak seimbang antara pemakaian dan pembayaran,” tegas Rachmad Wijaya, Selasa (29/10).
Menurutnya, rendahnya pajak air tanah di sejumlah wajib pajak menunjukkan adanya potensi kebocoran pendapatan daerah.
Dia menilai, hotel-hotel yang tidak berlangganan PDAM semestinya memiliki nilai retribusi air tanah yang lebih besar. Namun di lapangan justru ditemukan sebaliknya.
“Kami melihat ada kejanggalan. Beberapa hotel yang tidak menggunakan air PDAM malah memiliki nilai pajak air tanah yang rendah. Ini harus segera ditelusuri,” ujarnya.
Rachmad meminta Bapenda turun langsung memeriksa hotel-hotel yang retribusi air tanahnya kecil tetapi tidak menggunakan air PDAM.
“Kalau mereka tidak pakai PDAM, otomatis semua kebutuhan air bersumber dari tanah. Maka kontribusi pajaknya juga harus sepadan,” tambah Rachmad.
Berdasarkan data Bapenda Kota Padang hingga Agustus 2025, total penerimaan pajak air tanah hanya mencapai Rp2,06 miliar dari 263 wajib pajak.
Angka ini dinilai masih rendah dibandingkan potensi sebenarnya. Rata-rata penerimaan per wajib pajak sekitar Rp7,8 juta, dengan pembayaran tertinggi Rp157,6 juta dan terendah hanya Rp6.110.

















