Lebih lanjut, Rifki menjelaskan bahwa reformasi kelembagaan ini merupakan jawaban atas aspirasi umat. Indonesia, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, telah lama menginginkan lembaga tersendiri yang fokus menangani haji dan umrah.
“Setelah diperjuangkan selama sepuluh tahun terakhir, kini lahir satu kementerian khusus yang fokus pada haji dan umrah,” ujarnya.
Ia menambahkan, reformasi tersebut memiliki dasar hukum yang kuat, termasuk UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, Perpres Nomor 154 Tahun 2024 tentang Badan Penyelenggara Haji (BPH), serta RUU perubahan atas UU 2019 yang telah disahkan.
“BPH kini diposisikan setingkat kementerian dan memiliki otoritas penuh atas aspek teknis operasional haji, sementara Kemenag tetap berperan dalam urusan agama, pengawasan, dan koordinasi selama masa transisi,” jelas Rifki.
Ia juga mengutip komitmen Presiden Prabowo Subianto, yang menegaskan bahwa pengelolaan haji dan umrah perlu difokuskan pada satu lembaga agar lebih profesional dan efisien.
“Tidak berangkat haji bagi muslim yang mampu terasa tidak lengkap. Banyak masyarakat berusaha keras menabung demi mewujudkan keinginan suci tersebut,” tutupnya. (rdr/ant)
















