“Penanganan pertama harus cepat. Korban harus segera dipindahkan ke area yang bebas dari paparan. Setelah itu, diberikan oksigen murni 100 persen untuk menggantikan oksigen yang terganggu akibat paparan CO,” jelasnya.
Jika kondisi korban tidak membaik, lanjut Tjandra, terapi oksigen hiperbarik bisa menjadi langkah lanjutan yang efektif untuk mempercepat pemulihan dan mencegah kerusakan organ permanen.
Dalam konteks pencegahan, Prof. Tjandra yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu menyarankan masyarakat untuk:
- Memastikan alat berbahan bakar tidak bocor
- Tidak menyalakan kendaraan dalam ruang tertutup
- Mengenali gejala awal paparan CO
- Menggunakan detektor karbon monoksida (CO detector), seperti yang umum dipakai di negara-negara maju
“Di luar negeri, rumah-rumah dengan potensi risiko paparan CO sudah dilengkapi detektor. Edukasi publik sangat penting untuk mencegah kejadian serupa,” tegasnya.
Terkait kasus di Solok, ia menambahkan, perlu dilakukan investigasi forensik untuk memastikan penyebab pasti kematian.
“Harus dipastikan terlebih dahulu apakah benar akibat keracunan karbon monoksida, atau ada faktor penyebab lainnya. Ini perlu analisa lebih dalam,” pungkasnya. (rdr/ant)

















