Selain pelarangan perburuan, Nagari Lasi juga menerapkan aturan pelestarian lingkungan lainnya, seperti pembatasan penebangan pohon dan kewajiban menanam pohon bagi warga yang hendak menikah.
Pemerintah daerah dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyambut positif langkah tersebut. Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar, Antonius Vevri, menyebut ini sebagai gerakan pelestarian berbasis masyarakat yang patut dicontoh.
“Ini luar biasa. Pertama kali di Sumbar, program konservasi lahir dari inisiatif masyarakat adat. Sangat sejalan dengan program BKSDA di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Marapi,” ujarnya.
Akademisi Universitas Negeri Padang, Prof. Dr. Indang Dewata, menambahkan bahwa kearifan lokal seperti ini menjadi penting untuk mitigasi bencana di Sumatera Barat, yang dikenal rawan bencana.
“Konservasi tidak mudah. Butuh kerja sama semua pihak, terutama tokoh adat. Paga Nagari harus jadi garda depan dalam menjaga lingkungan dengan aturan adat yang bisa dikuatkan oleh regulasi pemerintah,” tegasnya. (rdr/ant)

















