PADANG, RADARSUMBAR.COM – Di kampung kecil bernama Kp. Baru, Kuranji Hulu, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumbar, hidup seorang pemuda yang sehari-harinya bekerja serabutan. Kadang memotong kayu, kadang membuka kulit kelapa—apa saja yang bisa menghasilkan uang halal. Namanya Yusril Mahendra, lahir di Tanjung Alai pada 27 Februari 2000.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini tumbuh dalam keluarga sederhana. Ayahnya, Alimunir, dan ibunya, Ermawati, selalu menanamkan satu hal: jangan malu bekerja, asal halal dan jujur. Nilai itu melekat kuat pada diri Yusril.
Hasil keringatnya dari kerja serabutan ia tabung sedikit demi sedikit. Sebagian untuk membantu keluarga, sebagian lagi untuk biaya latihan di dojo. Dari uang itulah ia belajar tentang arti perjuangan dan pengorbanan.
Perjalanan Yusril di dunia beladiri dimulai dari cabang judo. Ia belajar dasar-dasar disiplin dan teknik bantingan. Setelah beberapa tahun, ia sempat menekuni kurash, cabang beladiri asal Uzbekistan yang menuntut kekuatan dan kelincahan.
Dari judo dan kurash itulah, ia membangun fondasi yang kelak menjadi kekuatannya di sambo—olahraga asal Rusia yang memadukan keduanya. “Dari judo saya belajar sabar, dari kurash saya belajar pegangan, dan di sambo semuanya menyatu,” ujarnya.
Tahun 2025 menjadi puncak perjuangan panjang itu. Yusril mewakili Sumatera Barat di PON Beladiri II di Kudus, Jawa Tengah, turun di kelas 53 kg (sport putra).

















