Riyanda juga mendorong perubahan budaya birokrasi, dari sekadar administratif menjadi strategis dan komunikatif. ASN dituntut berani berpikir kreatif dan aktif menjemput peluang ke pusat, bukan hanya menunggu dana turun.
“Sawahlunto harus naik kelas. Kuncinya kerja cerdas, kolaboratif, dan proaktif,” tegasnya.
Kebijakan ini sejalan dengan visi Astacita Presiden Prabowo Subianto, yang mendorong efisiensi, kolaborasi lintas sektor, dan birokrasi yang gesit dalam mendukung pembangunan berbasis potensi daerah.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan (APBN 2025), kebijakan efisiensi fiskal nasional berdampak pada penyesuaian dana transfer ke daerah sebesar 3,7% secara nasional. Namun, pemerintah pusat menyediakan sejumlah program insentif berbasis kinerja, seperti:
- Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC)
- Dana Insentif Fiskal (DIF)
“Sawahlunto akan memanfaatkan peluang itu. Setiap rupiah belanja daerah harus berdampak langsung bagi masyarakat,” katanya.
Riyanda menegaskan bahwa pendekatan ini menjadi bagian dari komitmen untuk mewujudkan “Sawahlunto Maju”, bukan hanya sebagai slogan, tapi sebagai arah kerja seluruh ASN di tengah keterbatasan sumber daya. (rdr/ant)

















