Cerita serupa datang dari Joni Akhiar (60), seorang Mamak Kepala Waris bagi kaum/suku Kutianyie asal Kabupaten Solok. Joni Akhiar sadar akan pentingnya sertifikasi tanah milik keluarga besarnya yang berisi 35 anggota keluarga.
“Saya melakukan sertipikasi atas tanah kaum saya ini untuk keamanan tanah ulayat ini sebagai tanah pusako tinggi. Lalu supaya anak, keponakan yang jauh di bawah-bawah itu biar tahu di mana letak tanah pusako kita,” ungkap Joni Akhiar.
Sertifikasi tanah secara komunal bukanlah sebuah konsep baru. Pemerintah Republik Indonesia memakai aturan sertifikat tanah komunal sebagai bentuk memfasilitasi hak komunal masyarakat adat.
Plt. Kepala Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Padang, Hanif, menjelaskan bahwa tanah ulayat terdiri dari tiga bagian, yaitu tanah ulayat nagari, tanah ulayat suku, dan tanah ulayat kaum.
Bagian itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2023 tentang Tanah Ulayat.
“Terkait dengan sertifikat tanah yang kita serahkan pada hari ini, di mana ada dua sertifikat yang di belakang nama pemegang haknya ada Mamak Kepala Waris.”
“Ini identik dengan tanah ulayat kaum, di mana pemilikan tanah itu dimiliki secara bersama, tidak perorangan. Walaupun namanya hanya satu orang di sertifikat, tapi pada saat akan melakukan perbuatan hukum, itu diperlukan izin dari seluruh anggota komunalnya, anggota kaumnya,” jelas Hanif.
Sumatra Barat memang dikenal memiliki banyak kelompok masyarakat hukum adat. Dengan diserahkannya sertifikat untuk tanah ulayat di KAN Kuranji ini, keberadaan masyarakat hukum adat semakin nyata dan dijaga keberlangsungan hidup kaum/keluarganya di atas tanah ulayat tersebut. (rdr/atrbpn)

















