“Supaya lebih banyak lagi teman-teman selain saya yang mendapatkan pekerjaan di dapur MBG,” tutupnya.
Cerita lain datang dari Jumadin atau akrab disapa Jujun (50). Siang itu, ayah dua anak itu tampak cekatan mengangkat tumpukan ompreng kosong MBG yang baru tiba.
Bersama 13 rekannya, ia membagi tugas: memisahkan sisa makanan, mencuci, lalu mensterilkan sekitar 3.300 ompreng setiap harinya.
“Kita bekerja dari pukul 13.00 WIB sampai pukul 21.00 WIB. Tim pencuci ompreng ada 12 laki-laki dan 2 perempuan,” kata Jujun.
Meski terbilang berat, pekerjaan ini membuat Jujun merasa bangga. “Anak saya juga bangga saya kerja di sini. Bahwa apa yang mereka makan di sekolah, bapaknya ada peran serta di situ,” tutur ayah dua anak ini.
Lebih dari sekadar pekerjaan, program MBG juga meringankan beban keluarganya. Ia tak lagi perlu memikirkan bekal untuk anak-anaknya di sekolah, yang sebelumnya cukup menguras keuangan.
“Saya betul-betul merasa terbantu dengan bisa bekerja di sini. Apalagi di usia saya sekarang kan udah enggak mungkin bisa kerja formal,” ucapnya.
Sebagai orangtua, Jujun berharap MBG terus berjalan agar anak-anak Indonesia mendapat gizi yang layak.
“Harapannya program ini jangan sampai berhenti. Karena manfaatnya bukan hanya untuk penerima makan, tapi juga buat orang-orang seperti saya yang masih bisa bekerja di sini,” tutupnya. (rdr/bko)

















