Budiman juga mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, NA sempat dideportasi ke Malaysia menggunakan travel document berupa Surat Pengakuan Cemas dari Kantor Perwakilan Malaysia di Indonesia. Namun, di Malaysia, NA kembali bermasalah karena mengaku sebagai WNI dengan menunjukkan foto KTP di ponselnya.
“Karena pengakuan tersebut, NA sempat memperoleh Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dan akhirnya kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Pihak Imigrasi Agam telah menggelar rapat bersama Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) di Kota Payakumbuh untuk membahas kasus ini dan meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan WNA di wilayah tersebut.
“Wilayah kerja kami meliputi delapan kabupaten/kota. Pengawasan keberadaan orang asing perlu dukungan semua pihak, termasuk TNI, Polri, kejaksaan, pemda, BNN, hingga lembaga pemasyarakatan,” tegas Budiman.
Ia menekankan bahwa permasalahan ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya mematuhi aturan hukum keimigrasian.
“Kami juga tetap mempertimbangkan aspek hak asasi manusia. NA tidak akan dikenai penangkalan, sehingga tetap bisa kembali ke Indonesia secara sah menggunakan paspor Malaysia dan visa yang sesuai,” tutupnya. (rdr/ant)

















