Rumah sakit baik milik pemerintah maupun swasta merupakan kebutuhan dasar untuk menjaga kesehatan masyarakat setelah fasilitas kesehatan primer seperti klinik dan puskesmas.
Oleh: dr. Irzanto Yunda, MARS – Praktisi Medis dan Manajemen Kesehatan
Meningkatnya kesadaran masyarakat dengan kesehatan, perubahan gaya hidup karena semakin tingginya tuntutan ekonomi dan terselenggaranya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang telah mencakup hampir 280 juta peserta menjadikan kunjungan ke rumah sakit membludak dibandingkan era 10 tahun sebelumnya.
Peningkatan kunjungan masyarakat, tentu harus diiringi dengan peningkatan manajemen dan tata kelola rumah sakit. Harus ada perbaikan kualitas layanan, teknologi, kepemimpinan yang adaptif serta sumber daya manusia berkualitas.
Rumah sakit yang dikelola manajemen tradisional biasanya kurang efisien dalam operasional. Pengelolaan masih manual, mengandalkan dokumen fisik dengan sistem birokrasi yang panjang.
Banyak dokumen masih berupa kertas seperti rekam medis, billing hingga laporan keuangan. Arsip menumpuk dan rawan hilang. Proses input data berlangsung lambat dan tidak terintegrasi.
Banyak keputusan manajemen di rumah sakit tradisional diambil berdasarkan intuisi. Manjemen lebih mengandalkan pengalaman pribadi atau kebiasaan lama daripada analisis data. Minim penggunaan evidence-based management atau data analytic.
Jalur koordinasi dibuat panjang dan hierarkis. Perubahan sulit dilakukan karena budaya “status quo”. Dari dulu sudah begini, biasanya seperti ini. Kamu orang baru, tidak tahu apa-apa dengan rumah sakit ini. Serta berbagai kebiasaan yang menghambat perubahan dan inovasi.
Pelayanan di rumah sakit yang dikelola manajemen tradisional hanya berfokus pada aspek klinis saja, tanpa menyeimbangkan aspek kepuasan pasien, kenyamanan dan efisiensi manajemen.
Pasien dipandang sebagai objek layanan, bukan customer yang perlu dilayani dengan baik. Pasien bisa merasa kurang puas karena antrian panjang, informasi yang lambat, dan pelayanan yang tidak terintegrasi.
Rumah sakit yang dikelola secara tradisional sulit mengikuti perkembangan teknologi digital. Belum ada integrasi sistem informasi manajemen rumah sakit (SIMRS), telemedicine, rekam medis elektronik (RME), atau layanan digital lainnya jarang bisa dijumpai.
Hal ini membuat rumah sakit kalah bersaing dengan rumah sakit lain yang sudah menerapkan sistem modern.
Kurangnya transparansi dan sistem akuntabilitas membuat keuangan rumah sakit yang dikelola secara tradisional rawan mengalami inefisiensi hingga kebocoran.
Ketiadaan analisis biaya berbasis data menyebabkan tarif layanan tidak bisa dihitung secara tepat. Tarifnya dikira-kira saja. Laporan keuanganpun tidak detail dan sulit dipertanggungjawabkan.
Pola kepemimpinan tradisional cenderung birokratis dan hierarkis, sehingga staf kurang diberdayakan. Inovasi dari tenaga kesehatan dan non kesehatan sering terhambat karena manajemen kaku. Pelatihan dan pengembangan staf tidak menjadi prioritas.
Ketika tiba masanya untuk akreditasi, rumah sakit baru sibuk berbenah. Standar akreditasi yang seharusnya dibangun dari dasar dan dipertahankan secara berkelanjutan hanya dibuat dadakan dan bersifat sementara. Akreditasi selesai, maka selesai juga standar-standar yang sudah dibuat.
Pada rumah sakit yang dikelola secara tradisional, kita akan menemui antrian panjang pasien. Proses registrasi dibuat rumit. Ketika pasien harus berpindah dari satu bagian ke bagian yang lain, tidak dikoordinasikan dengan baik. Kurang ada sistem feedback pasien yang dijalankan dengan konsisten.
Rumah sakit yang dikelola secara tradisional hanya didatangi pasien yang tidak punya pilihan lain, seperti harus menggunakan BPJS, atau hanya rumah sakit tersebut yang tersedia.
Ketika ada rumah sakit dengan manajemen modern bisa menerima pasien BPJS, maka pasien cenderung akan berpindah dan meninggalkan rumah sakit tradisional tadi.
Dari uraian di atas, apakah rumah sakit tempat Bapak/Ibu dilayani atau bekerja, termasuk rumah sakit dengan manajemen tradisional atau modern?
Rumah sakit yang selama ini dikelola manajemen tradisional perlu segera berbenah, sebelum ditinggalkan pasiennya. Implementasi SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah sakit) tidak bisa ditunda lagi.
Mengintegrasikan secara digital antara pelayanan medis, keuangan, farmasi, laboratorium hingga administrasi. Rekam medis elektronik (RME) jangan dilaksanakan setengah-setengah. Termasuk pengembangan layanan digital pasien lainnya seperti registrasi online, aplikasi mobile hingga telemedicine.
Keputusan manajemen harus dibangun berbasis data. Manajemen keuangan transparan, hingga tersedia dashboard manajemen untuk memantau aktivitas rumah sakit setiap hari. Memanfaatkan software akuntansi rumah sakit dan dilakukan audit internal rutin untuk mencegah kebocoran.
Reformasi organisasi dan kepemimpinan harus segera dilakukan. Mengurangi birokrasi dengan struktur organisai yang lebih ramping. Manajemen yang visoner, terbuka terhadap perubahan, dan memberdayakan staf.
Membentuk tim manajemen mutu yang lebih baik untuk memastikan kualitas layanan terbaik yang diterima pasien, baik dari aspek medis, fasilitas, keamanan dan kenyamanan hingga administrasi.
Kompetensi SDM harus senantiasa terjaga. Pelatihan berkelanjutan serta program reward untuk motivasi kerja tenaga kesehatan dan non kesehatan. Penerapan manajemen kinerja yang lebih maju seperti menerapkan Balanced Scorecard dikombinasikan dengan OKR (Objective and Key Result). Atau sekurang-kurangnya menggunakan KPI (Key Performance Indicator) walau memiliki banyak kelemahan.
Pengalaman masyarakat di rumah sakit menjadi faktor dominan untuk memutuskan apakah rumah sakit tersebut menjadi pilihan utama bagi dirinya dan keluarga.
Baik pengalaman sebagai pasien, keluarga atau pengunjung saat membesuk pasien lainnya. Alur pelayanan harus jelas, mudah dipahami dan efisien. Terdapat pusat informasi dan sistem pengaduan yang cepat ditindaklanjuti. Membangun budaya service excellence pada semua lini.
Akreditasi tidak lagi sekedar formalitas, tetapi sebagai sistem mutu yang berkelanjutan. SOP seuai dengan standar nasional atau internasional. Dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap seluruh SOP.
Rumah sakit yang selama dikelola manajemen tradisonal harus segra berbenah. Melakukan transformasi di berbagai lini. Manajemen dan pemilik harus terbuka dengan semua perubahan.
Seluruh karyawan baik tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan dilibatkan dalam tranformasi rumah sakit tradisional menjadi rumah sakit modern.
Salam Perubahan.
(**)















