“Atas dasar data itu, sistem akan mengkaji kelayakan penerima bansos berdasarkan banyak variabel, mulai dari catatan sosial-ekonomi, kepemilikan tanah, hingga status tempat tinggal,” jelas Ateng.
Ia menegaskan bahwa DTSEN adalah sistem yang dinamis, mengikuti perubahan kondisi masyarakat. “Setiap saat bisa berubah—ada yang lahir, meninggal, pindah status. Maka updating data harus dilakukan secara berkala melalui ground check,” tambahnya.
BPS bersama Kementerian Sosial juga akan melakukan pengawasan terhadap pembaruan data agar tetap akurat dan relevan. Banyuwangi menjadi daerah percontohan (prototype) untuk menyempurnakan sistem ini sebelum diterapkan secara nasional.
“Ini bukan sekadar urusan teknis, tapi bagian dari ikhtiar menghadirkan keadilan sosial. Dengan data yang tunggal dan valid, kita bisa menentukan dengan lebih adil siapa yang layak menerima bansos dan siapa yang sudah tidak,” tegas Ateng. (rdr)

















