Selanjutnya, karya Muhammad Fadhlan Dhaifullah bertajuk “Antara Aku dan Aku” ditarikan oleh lima penari. Karya ini menggambarkan refleksi atas pilihan hidup, luka, dan daya tahan. Gerakan yang kontras mencerminkan pergulatan batin antara jatuh, tumbuh, dan bertahan.
Penutup malam pertama adalah karya Alsafitro berjudul “Diam Adalah Siksa.” Enam penari tampil dengan tubuh terbungkus plastik, menyimbolkan perasaan yang terpendam dan sulit diungkapkan. Karya ini terinspirasi dari pituah Minangkabau “bialah rabab nan manyampaian,” ungkapan tentang bagaimana rasa terdalam bisa menemukan jalannya lewat medium lain.
Pertunjukan akan berlanjut pada hari kedua, menghadirkan tiga karya lainnya dari koreografer muda, masing-masing menyampaikan interpretasi unik terhadap tema ruang dan waktu dalam ingatan kolektif masyarakat Minangkabau.
Devid menambahkan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya dari Kementerian Kebudayaan. Program tersebut dilaksanakan secara berjenjang mulai dari pelatihan (workshop), pendampingan produksi, hingga presentasi karya berupa festival. (rdr)
















