BE menegaskan dirinya hanya mengondisikan barang, tidak ikut campur soal harga. “Kalau ada masalah di jalan, saya tidak bisa disalahkan,” tambahnya. Kalau yang tipe 2 itu memang terjangkit tapi tidak terlihat birunya, beda dengan ASF ada bintik-bintik kebiruan tapi untungnya besar, sambungnya lagi.
Praktik dugaan manipulasi dokumen ini kian mengkhawatirkan karena melibatkan wilayah yang seharusnya mendapat pengawasan ketat. Kendati demikian, jaringan sindikat masih leluasa beroperasi hingga saat ini karena lemahnya kontrol distribusi ternak di Kepulauan Nias baik Gunungsitoli maupun Nias Selatan yang merupakan pintu utama.
BK salah satu pengusaha ternak non-halal di Medan tidak menampik tentang biaya perolehan dokumen lengkap tersebut, karena masa aktifnya bisa sampai 6 bulan. “Kalau dulu yaa itu satu bulan tapi biayanya murah dan benar-benar diurus bukan tangan ke tangan,” ungkapnya.
Menjawab hal ini Ketua Tim Karantina Hewan Balai Besar Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Sumatera Utara, drh. Adin Nur Hanifrulloh, menegaskan seluruh prosedur karantina harus berjalan sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019.
Menurut Adin, setiap ternak wajib dilengkapi Sertifikat Veteriner (SV) dari daerah asal, kemudian diperiksa dokumen dan kesehatannya sebelum diterbitkan sertifikat karantina atau Health Certificate (HC). “Jika dokumen lengkap dan hewan sehat, petugas berwenang mengeluarkan HC,” ujarnya.
Menyingung terkait dugaan jual-beli dokumen rekomendasi kesehatan hewan dan uji laboratorium oleh oknum tertentu, Adin menegaskan, karantina selalu berkoordinasi dengan dinas peternakan, pemerintah daerah, serta pelaku usaha.
Bukan itu saja, ia mengklaim melakukan pemantauan secara rutin di seluruh kabupaten/kota di Sumut, termasuk wilayah Nias. Namun, batasan jumlah ternak yang masuk menjadi kewenangan dinas terkait di daerah.
Terkait risiko kesehatan, Adin menyebut, hewan dengan kondisi yang tidak sehat, tidak akan diperbolehkan untuk dilalulintaskan ke pulau Nias. Bilamana ada kejadian muncul wabah penyakit hewan di Pulau Nias, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi terkait baik di daerah maupun di pusat untuk melakukan tindak lanjut. Salah satu tindak lanjut tersebut adalah penetapan Kawasan Karantina oleh pemerintah pusat.
“Bagi yang melalulintaskan ternak atau produk hewan melalui Pelabuhan Sibolga menuju Nias agar melaporkan ke pejabat karantina dan melengkapi dokumen resmi untuk mencegah masuknya penyakit hewan berbahaya” pungkas Adin. (rdr/tanhar)

















