Bicara ternak terjangkit virus ASF belum ada laporan, namun kata Menia, terkait hewan dari zona merah penyakit hewan menular dilarang masuk, kecuali dengan izin terbatas ke rumah potong hewan (RPH) dan wajib segera dipotong. Meski demikian, rekomendasi itu hanya berlaku satu kali untuk setiap pengajuan. “Ini mekanisme pengendalian agar ternak tidak membawa penyakit menular seperti PMK,” katanya.
Terkait dugaan manipulasi dokumen, wanita berprofesi dokter hewan dan suka menolong vaksinasi hewan tersebut menegaskan komitmen pengawasan ada, tetapi keterbatasan personel pengawasan dinas menjadi kendala. Ia juga tidak bisa memastikan asal ternak yang beredar, apakah dari dalam atau luar Sumatera Utara.
“Kami hanya menjalankan tugas sesuai kewenangan, sementara karantina akan bertindak jika ada pelanggaran,” ucapnya.
Sebelumya terkait sindikasi lalulintas ternak antar provinsi di Sumatera Utara hingga ke Pulau Nias sudah lama jadi perhatian Kementerian Pertanian (Kementan) RI, bukan itu saja beberapa daerah di Indonesia yang jadi jalur tikus ternak dalam intaian.
Bahkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Agung Suganda, menekankan pemerintah daerah agar meningkatkan biosekuriti, memperketat distribusi, serta melaporkan gejala mencurigakan ke iSIKHNAS sesuai Surat Edaran Nomor 8492 pada 19 Agustus 2025. SE tersebut seirama dengan munculnya kasus African Swine Fever (ASF) di Asia Pasifik.
Kemudian, Direktur Kesehatan Hewan, Hendra Wibawa, menekankan pentingnya kedisiplinan pelaporan data. “Tanpa data yang valid, kebijakan pengendalian tidak bisa tepat sasaran,” katanya melalui keterangan resmi.
Kasus ASF menurut data Kementan RI masih terdeteksi di sejumlah daerah termasuk Lampung, yang merupakan salah satu wilayah pemasok ternak babi ke Sumatera Utara hingga Kepulauan Nias.
Adapun Karantina Sumut dan Tim Pemantauan HPHK Regional Sumatera belum memberikan tanggapan terkait hal ini saat dikonfirmasi. (rdr/tanhar)





















