“Bukan berarti kami lepas tangan. Kewenangan penerbitan dokumen ada pada karantina, kami hanya menerima tembusan setelah pemeriksaan selesai,” imbuhnya.
Sementara Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor 8492 tanggal 19 Agustus 2025 tentang Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap Peningkatan Kasus ASF. Namun ternak dari luar daerah Sumut masih tetap berupaya masuk ke Nias melalui pintu gerbang provinsi.
Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Nias Selatan, Masnidar Duha menilai, lemahnya pengawasan akibat keterbatasan personel dan anggaran di daerah mereka sehingga tidak dapat membendung masuknya ternak dari Lampung ke Teluk Dalam.
“Provinsi tidak pernah berkoordinasi dengan kami. Bahkan kami tidak memiliki dokter hewan atau paramedis veteriner untuk menerbitkan rekomendasi resmi. Kami sudah menerima petunjuk dari pusat terkait antisipasi ASF,” ungkapnya.
Ia menegaskan ASF menjadi alasan utama perlunya pengawasan ketat. Menurutnya, jika benar dokumen bisa dibeli, hal itu bukan hanya merugikan peternak lokal tetapi juga membahayakan masyarakat.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Gunungsitoli, Darmawan Zagoto, menjelaskan setiap pemasukan ternak wajib dilengkapi Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dan sertifikat veteriner. Sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 17, setiap ternak yang masuk harus dititipkan dan dipotong di Rumah Potong Hewan (RPH).
“Sejak 2024, zona merah penyakit hewan dihapus. ASF kini dianggap endemik, sehingga ternak dari daerah terdampak tetap bisa masuk asalkan dokumennya lengkap,” kata Darmawan.
Namun ia menegaskan izin antarprovinsi tetap berlaku. Pejabat otoritas veteriner wajib memberi rekomendasi serta memastikan pengawasan berjalan. “Kalau informasi pembelian dokumen benar, itu jelas melanggar aturan dan berbahaya,” tambahnya.
Pemko Gunungsitoli menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum untuk mencegah kerugian ekonomi sekaligus melindungi kesehatan masyarakat serta peternak lokal. (rdr/tanhar)

















