GUNUNGSITOLI, RADARSUMBAR.COM – Lagi-lagi aktivitas pemasukan ternak non-halal seperti babi dalam jumlah banyak dari luar wilayah Sumatera Utara melalui jalur darat dan transportasi laut ke Pulau Nias tanpa proses uji laboratorium mengancam keberadaan wirausaha ternak lokal di sejumlah daerah seperti Medan sekitarnya, Kota Gunungsitoli maupun Kabupaten Nias Selatan.
Tidak berhenti disitu saja, penyakit African Swine Fever (ASF) maupun Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) kini mengintai peternakan daerah, bahkan statusnya meningkat di wilayah Asia Pasifik termasuk Indonesia berdasarkan laporan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan RI.
Akibatnya, para pelaku usaha pedaging maupun peternak lokal mengalami kerugian besar, bahkan tidak sedikit ternak lokal terjangkit virus akibat pengangkutan ternak impor antar provinsi yang bebas masuk melalui pintu wilayah Sumatera Utara ke Pulau Nias. Kemudian dugaan praktik jual-beli dokumen uji laboratorium terhadap ternak non-halal dari Lampung masuk ke Pulau Nias sebagai pemicu tersebarnya penyakit ASF maupun PMK yang berdampak rendahnya nilai jual daging dan ternak lokal.
Peternak lokal di Gunungsitoli, Al Harefa (29) sangat merasakan dampaknya, harga ternak miliknya kini anjlok tidak sebanding dengan modal pemeliharaan yang ia keluarkan termasuk pakan. Ia dan para peternak lainnya khawatir ancaman penyakit ASF, karena di tahun 2024 mereka rugi total ratusan juta akibat belasan induk mati karena ASF.
“Virus itu bawaan ternak luar bang, saya bisa duga pemain besar tidak mengkarantinakan ternak dan peliharaan kami jadi sasaran. Berharap pemerintah mengawasi hal ini, jika ini terus dibiarkan maka dapat dipastikan usaha kecil peternak lokal tutup,” katanya, Kamis (28/8/2025).
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Sumut, Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Gunungsitoli serta Dinas Pertanian Kabupaten Nias Selatan diduga kecolongan dan tidak dapat membendung terkait dugaan jual-beli dokumen uji laboratorium ternak dari luar provinsi.
Kepala Bidang Peternakan Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Azhadi Halomoan saat dikonfirmasi, mengaku baru mengetahui adanya dugaan penyimpangan dokumen. Ia berdalih pihaknya belum menerima laporan resmi.
“Kami berterima kasih atas informasi ini, namun hingga kini belum ada pengaduan resmi yang masuk dan kami akan tindak lanjuti,” kata Azhadi melalui sambungan telepon.
Jelasnya, lalu lintas ternak non-halal seperti babi menjadi kewenangan Balai Karantina. Dinas provinsi hanya menerima surat hasil pemeriksaan kesehatan hewan, sedangkan rekomendasi transportasi laut menuju Nias berada di bawah otoritas karantina.

















