Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa pengelolaan haji harus bersih dan berintegritas. Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengutip arahan presiden:
“Pak Prabowo berpesan agar penyelenggaraan haji bebas dari manipulasi, bebas dari praktik buruk. Jadi kementerian ini harus benar-benar profesional dan transparan,” katanya.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai perubahan status menjadi kementerian memang berpotensi menambah pos anggaran, tetapi bisa lebih efisien jika dikelola tepat sasaran.
“Selama ini anggaran haji sangat besar, tapi koordinasinya sering tumpang tindih. Kalau jadi kementerian, harusnya ada satu pintu sehingga pemborosan bisa ditekan,” katanya.
Ia menekankan pentingnya sistem digital agar alur administrasi lebih cepat dan akuntabel. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) juga menyambut positif.
Ketua Amphuri, Firman M Nur, menyebutkan, “Kalau kementerian ini berdiri, kami berharap ada sinergi lebih baik antara pemerintah dan penyelenggara travel resmi.”
“Jangan sampai biro perjalanan resmi diperlakukan sama dengan travel nakal yang abal-abal,” katanya.
Ia menambahkan, jemaah umrah juga membutuhkan kepastian harga tiket, akomodasi, dan perlindungan hukum.
Selain aspek manajemen dalam negeri, kementerian baru ini juga akan memperkuat diplomasi dengan Arab Saudi.
Menurut anggota DPR dari Komisi VIII, Bukhori Yusuf, adanya Kementerian Haji membuat posisi setara dalam berhubungan dengan Kementerian Haji Arab Saudi.
“Kementerian Haji bisa langsung bernegosiasi setara dengan Kementerian Haji Arab Saudi. Selama ini, posisi kita kurang kuat karena hanya sebatas direktorat jenderal. Dengan kementerian, bargaining kita akan lebih tinggi,” katanya. (rdr/infopublik)

















