Mahyeldi menerangkan untuk mensukseskan program perhutanan sosial, Pemprov Sumbar menjadikan Pemerintahan Nagari (Desa) sebagai pusat pengembangan kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) dan UMKM berbasis sumber daya lokal.
Selain itu, keberhasilan itu menurutnya juga didukung oleh kearifan lokal masyarakat Sumbar yang memandang hutan bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi juga warisan sosial, budaya, dan spiritual yang harus dijaga.
“Pengelolaan dan pengembangan sumber daya hutan di Sumbar, juga telah dipayungi dengan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial. Sehingga ada jaminan keamanan bagi kelompok masyarakat yang mengelola secara hukum,” jelas Mahyeldi.
Kendati demikian, Mahyeldi tidak menampik pihaknya masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mengintegrasikan kearifan lokal dengan kebijakan modern untuk mencapai ekonomi berkelanjutan.
Di antaranya, membangun kolaborasi dengan swasta dalam rangka pembangunan ekonomi hijau, dimana diharapkan swasta berperan besar menjadi mitra yang sejajar dengan kelompok perhutanan sosial, baik dalam pembinaan, pengembangan produk dan pemasaran.
“Ada dua inovasi yang saat ini tengah dimatangkan pihaknya untuk merespon tantangan tersebut, yakni pembentukan nagari hub dan pengembangan koperasi hijau dan kelompok usaha perhutanan sosial enterprise. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa tuntas,”ungkap Mahyeldi.
Diketahui, dalam forum nasional yang mengangkat tema “Harmoni Alam, Manusia, dan Budaya untuk Ekonomi Berbasis Lingkungan” tersebut, Gubernur Mahyeldi tidak menjadi pembicara tunggal, Gubernur Bali, Wayan Koster juga hadir sebagai pembicara.
Mereka didaulat menjadi narasumber karena dinilai sama-sama berhasil mengkolaborasikan kearifan lokal dan potensi ekonomi daerah. (rdr/adpsb/bud)

















