“Tujuannya bukan untuk melunakkan hukum, tapi bagaimana negara bisa memperoleh manfaat yang lebih besar,” ujarnya.
Yuni menambahkan, konsep DPA sudah lazim digunakan di berbagai negara yang menganut sistem hukum common law. DPA juga dinilai relevan untuk menangani kejahatan korporasi yang sering kali bersinggungan dengan aspek administratif dan keperdataan.
“Dalam banyak kasus, pendekatan fleksibel seperti ini dibutuhkan untuk tetap menegakkan hukum tanpa mengabaikan potensi pemulihan bagi negara,” katanya.
DPA, lanjut Yuni, juga merujuk pada asas proporsionalitas dalam sistem peradilan pidana, yang menuntut keseimbangan antara kepentingan korban, pelaku, dan masyarakat secara luas. (rdr/ant)

















