“Kalau saya hanya mengejar materi, sejak insentif tidak dibayarkan saya sudah berhenti. Faktanya saya menunggu sampai SIP habis Juni lalu. Itu bukti itikad baik saya,” katanya.
Persoalan insentif juga diungkapkan oleh dr. Jefri Adikam Sitepu, SpB, salah seorang dokter bedah tamu. Ia menjelaskan cuma menerima insentif cuma periode November-Desember 2024, lainnya tertunda, lalu berhenti praktik Januari 2025.
“Manajemen beralasan insentif saya tertunda karena tidak terkoneksi dengan sistem absensi faceprint.”
“Padahal saya tetap melakukan absensi manual di ruang OKA. Saya baru tahu aturan faceprint itu Oktober 2024,” ungkapnya.
Menurut Jefri, perbedaan antara jasa pelayanan (jaspel) dan insentif perlu dipahami. Jaspel dibayarkan setiap kali ada tindakan medis, sementara insentif rutin diterima meski tidak ada pasien.
“Saya hanya butuh kejelasan dari manajemen, bukan soal nominalnya,” jelasnya.
DPRD Kabupaten Nias sudah membahas persoalan ini bersama Bupati Ya’atulo Gulo, Wakil Bupati Arota Lase, dan manajemen RSUD.
Dewan mendesak Pemkab segera mengambil langkah strategis, termasuk mencari dokter pengganti agar layanan bedah kembali berjalan.
“Kami tunggu strategi pemerintah. Yang pasti, masalah ini harus segera dituntaskan,” kata Sabayuti.
Meski begitu, DPRD belum menjadwalkan inspeksi mendadak karena fokus pada pembahasan APBD 2026. “Kami akan rapatkan dulu dengan fraksi sebelum sidak,” tambahnya.
Warga pun berharap pemerintah segera memberi solusi agar layanan bedah aktif kembali. “Semoga cepat terkondisikan, kasihan warga yang butuh operasi,” ujar Rita, warga Gunungsitoli. (rdr-tanhar)

















