Sementara itu, di beberapa titik lainnya juga ditemukan potensi mekarnya bunga langka ini, seperti Hutan Aia Lasi tiga titik, Bukik Tabuh-Tabuh satu titik,Gaduang Beo tiga titik (satu mati karena inangnya rusak), Rimbo Munti satu titik (sudah tidak terpantau), dan Kapau Aia Bareh dua titik (sudah tidak terpantau).
“Kendala utama kami adalah waktu. Biasanya kami baru ke lokasi jika ada wisatawan yang bertanya. Kalau tidak, bunga mekar sendiri tanpa pengawasan,” katanya.
Namun memasuki musim wisata pada Agustus–September, tim kembali aktif melakukan pemantauan karena banyak wisatawan mulai berdatangan.
Rizki berharap keberadaan bunga langka ini bisa terus dilestarikan dan didukung pemerintah. “Kami berharap program pengembangan dan pelestarian bunga Rafflesia bisa terus berjalan. Semoga juga ada anggaran khusus dari pemerintah untuk konservasi ini,” ujarnya. (rdr/ant)

















