GUNUNGSITOLI, RADARSUMBAR.COM – Kasus dugaan penyalahgunaan identitas seorang pedagang kelontong di Gunungsitoli, Sumatera Utara, untuk membayar pajak usaha milik pihak lain, hingga kini masih belum ada perkembangan berarti. Laporan resmi dengan nomor LP/B/282/V/SPKT/POLRES NIAS/POLDASU yang diajukan pada 7 Mei 2025 disebut-sebut masih tertahan di meja pimpinan aparat penegak hukum setempat.
Di tengah tekanan untuk melunasi tagihan pajak senilai Rp1.321.268.914 yang bukan miliknya, korban bernama Faresoli L melalui penasihat hukumnya, Martin Jaya Halawa, mendesak Polres Nias segera menindaklanjuti perkara tersebut. Menurut Martin, penyelesaian cepat sangat penting demi membersihkan nama baik kliennya dari kekeliruan administrasi yang berpotensi merugikan secara finansial dan reputasi.
“Kami berharap Polres Nias bergerak cepat agar masalah ini tuntas. Klien kami menjadi korban kesalahan administratif yang jelas merugikan,” ujar Martin, Sabtu (9/8/2025).
Sejak laporan dibuat, korban belum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP). Situasi ini dinilai memperburuk keadaan, apalagi pihak pajak terus menagih pembayaran tunggakan yang seharusnya dibebankan kepada pihak lain.
Sebelum laporan diajukan, petugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sempat mendatangi toko kelontong milik korban untuk memeriksa SPT Tahunan tahun pajak 2022. Berdasarkan aplikasi SI DJP dan MPN Info Wajib Pajak, ditemukan transaksi perdagangan bernilai miliaran rupiah, dengan status nihil dan telah membayar PPh Final UMKM.
Kanwil DJP Sumatera Utara II dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sibolga kemudian menagih pajak perorangan kepada Faresoli, lantaran transaksi tersebut tercatat berasal dari dua perusahaan: CV Aman Sentosa dan PT Nusantara Jaya Material. Kedua entitas ini disebut bukan milik korban, melainkan milik seorang pengusaha besar berinisial SH yang berlokasi di depan Pasar Pagi Kota Gunungsitoli.

















