Untuk memperluas jangkauan dan memastikan inklusivitas, program ini menggandeng 22 mitra dari sektor LSM, lembaga pendidikan, pemerintah daerah, hingga industri. Metode pelatihan yang digunakan beragam, mulai dari modul daring berbahasa Indonesia, sesi tatap muka, hackathon, hingga pembelajaran interaktif seperti promptathon dan Minecraft Education.
Salah satu peserta, Ahmad Zikrillah, seorang guru IPA berusia 50 tahun, kini memanfaatkan AI dalam pembelajaran melalui proyek “Kertas Digital”, yakni file HTML ringan berisi materi dan video yang dapat diakses secara luring oleh siswa melalui ponsel.
Contoh lainnya, Diana Putri, ibu rumah tangga asal Sintang, Kalimantan Barat, memanfaatkan AI untuk mendukung pengasuhan anak serta mengeksplorasi ide bisnis rumahan dengan bantuan Copilot dari Microsoft.
Tak hanya di sektor individu, teknologi AI juga dimanfaatkan untuk mendukung keberlanjutan dan mitigasi bencana, seperti yang dilakukan tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui proyek G-Connect — sebuah sistem mitigasi bencana berbasis AI yang dibangun bersama komunitas lokal. (rdr/ant)

















