PADANG PANJANG, RADARSUMBAR.COM – Dua agenda budaya dan edukasi siap memeriahkan Kota Padang Panjang menemani waktu para penikmat seni budaya di akhir pekan ini.
Festival Literasi dan Festival Pamenan Minangkabau #2 akan digelar nyaris bersamaan, dengan pusat kegiatan di kawasan Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM), Padang Panjang.
Festival Literasi dijadwalkan berlangsung pada Jumat hingga Ahad, 25–27 Juli 2025. Sementara Festival Pamenan Minangkabau akan digelar pada Sabtu dan Ahad, 26–27 Juli 2025.
Persiapan akhir dua agenda ini dimatangkan melalui pertemuan antara Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Padang Panjang serta Komunitas Seni Hitam Putih selaku penyelenggara Festival Pamenan, Kamis (24/7).
“Pematangan pelaksanaan dua festival ini agar apa yang sudah kita rencanakan dan siapkan jauh-jauh hari berjalan dengan baik.”
“Kita berharap, publik Kota Padang Panjang dan sekitarnya dapat menikmati dan berpartisipasi dalam kedua iven ini,” ujar Kepala Dinas Kominfo Padang Panjang, Ampera Salim.
Festival Literasi tahun ini memasuki edisi ketiga. Kepala DPK Padang Panjang, Yan Kas Bari, menyebutkan bahwa kegiatan ini menjadi ruang aktualisasi literasi masyarakat yang tidak hanya menampilkan karya, tetapi juga proses pembelajaran di baliknya.
“Ini bukan sekadar ajang pameran. Ini adalah momentum untuk menampilkan hasil proses literasi masyarakat, mulai dari membaca, menulis, hingga mengekspresikannya dalam bentuk visual, seni, dan pertunjukan,” kata Yan Kas Bari.
Sebanyak 50 stand akan meramaikan Festival Literasi, melibatkan kelurahan, sekolah, taman bacaan masyarakat, pelaku UMKM, serta lembaga strategis seperti Bulog dan Bank Indonesia.
Sejumlah pejabat provinsi dan kepala DPK dari berbagai kabupaten/kota di Sumatera Barat dijadwalkan hadir.
Sementara itu, Festival Pamenan Minangkabau #2 yang diselenggarakan Komunitas Seni Hitam Putih dengan dukungan Dana Indonesiana-LPDP dari Kementerian Kebudayaan, mengusung tema “Padusi di Rumah Gadang”.
Tema ini menyoroti peran perempuan Minangkabau sebagai penjaga nilai budaya dan pengikat harmoni dalam rumah adat.
Direktur Festival, Afrizal Harun, menjelaskan bahwa “pamenan” berarti segala hal yang dicintai dan dirawat oleh masyarakat.
Nilai tersebut akan dihadirkan melalui pertunjukan tari, musik, dan atraksi budaya lainnya, dengan 20 pamenan yang didominasi partisipasi perempuan dari berbagai komunitas, termasuk organisasi Bundo Kanduang dan kelompok lansia.
Salah satu sesi utama dalam Festival Pamenan adalah halakah budaya, yakni forum diskusi reflektif yang membahas peran perempuan Minangkabau dalam berbagai ranah, dari domestik hingga publik.
Festival ini juga didukung oleh sejumlah OPD, di antaranya Dinas Perkim LH dengan program edukasi mitigasi sampah, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga.
Kurator festival, Sahrul N, menegaskan bahwa konsep “pamenan” merupakan ekspresi mendalam dari identitas budaya Minangkabau.
“Segala hal yang dicintai dan dirawat oleh masyarakat Minang itu bermula dari Rumah Gadang. Dari sanalah lahir nilai, rasa, dan makna kehidupan,” ujarnya.
Kedua festival ini diharapkan menjadi ruang edukasi, hiburan, dan refleksi kultural yang memperkuat jati diri masyarakat Minangkabau di tengah arus perubahan zaman. (rdr)

















