“Sistem ini memberi waktu 5–10 detik sebelum guncangan keras datang. Ini sangat penting, terutama untuk menyelamatkan siswa di sekolah, penumpang di stasiun, rumah sakit, dan tempat berkumpul lainnya. Lima detik pun sangat berharga untuk menghindari korban,” tegas Daryono.
Selain inovasi kegempaan, BMKG juga memperkuat sistem peringatan dini untuk cuaca dan iklim ekstrem. Teknologi Meteorology Early Warning System (MEWS) kini mampu memprediksi cuaca harian hingga 10 hari ke depan secara lebih presisi, bahkan sampai ke level kecamatan dan kelurahan.
Sementara itu, sistem Climate Early Warning System (CEWS) menyajikan prediksi iklim jangka menengah dan panjang, yang sangat dibutuhkan sektor pertanian, perikanan, energi, dan air.
“Lewat teknologi ini, para petani dan nelayan bisa merencanakan produksi dengan lebih akurat. Bahkan di beberapa wilayah, hasil panen meningkat berkat informasi iklim yang lebih tepat guna,” jelas Ardhasena Sopaheluwakan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG.
Di sisi lain, transformasi kelembagaan BMKG juga menyasar penguatan literasi dan kesiapsiagaan masyarakat melalui berbagai program edukasi dan pendampingan.
Mulai dari Sekolah Lapang Iklim (SLI), MOSAIC, BMKG Goes to School, hingga kerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal.
Peringatan HMKGN ke-78 mengusung tema: “Peringatan Dini untuk Semua, Aksi Dini oleh Semua.” Tema ini mencerminkan tekad BMKG untuk mendorong seluruh elemen bangsa bergerak bersama menghadapi ancaman iklim dan bencana secara kolektif.
“Transformasi BMKG bukan hanya soal digitalisasi, tapi membangun sistem yang membuat semua pihak bisa bertindak sebelum bencana datang.”
“Aksi dini ini yang akan menyelamatkan kita, sekaligus memperkuat fondasi menuju Indonesia Emas 2045,” tutup Dwikorita. (rdr/pco)

















