Contohnya bisa dilihat pada kasus tawuran remaja, di mana anak sebenarnya tahu bahwa kekerasan itu salah, namun karena fungsi nalar lemah, mereka tidak bisa mengukur risiko atau konsekuensinya.
Novi menyarankan agar anak yang sudah terlibat perilaku menyimpang diberi stimulus aktivitas fisik teratur, seperti olahraga. Aktivitas tersebut membantu mengeluarkan tekanan dan stres dari tubuh.
“Dengan banyak aktivitas fisik dan sosial, kemudian diseimbangkan dengan dialog bersama orang-orang terdekatnya,” ujarnya.
Dialog yang hangat dan rutin dengan keluarga, lanjut Novi, dapat menjadi langkah preventif untuk membangun kekuatan otak nalar anak. Ini memungkinkan anak merespons tekanan dengan logika, bukan emosi semata. (rdr/ant)

















